Saya paling tidak suka sama orang-orang yang latar belakang pendidikannya tinggi, namun di depan publik bicaranya belagak dungu, belagak nggak paham. Apalagi orang-orang yang punya jabatan, yang gajinya dibayar dari uang rakyat. Jelas tujuannya pasti jelek dan jahat. Buat bikin rakyat bodoh, mau menghasut rakyat. Makin bodoh rakyat, dia makin senang. Makin tercapai tujuannya. Rakyat yang bodoh, akan gampang dikendalikan. Jika nanti gerombolannya mendapatkan kekuasaan, makin gampang bagi mereka untuk peras dan perah rakyat dan kekayaan bumi tanah air tercinta ini. Sudah mirip sekali dengan rezim Orde Baru kan? Nggak heran, lihat saja siapa-siapa yang berdiri di dalam gerombolan ini.
Ini yang dilakukan oleh Fadli Zon beberapa hari lalu, menanggapi tertangkapnya dua buzzer hoaks “server KPU di-setting menangkan Jokowi”. Sudah dibilang pihak berwajib kalau itu adalah hoax, Fadli Zon masih saja membela hoaks-nya, bukan membela pelakunya lho ya. Kalau pelakunya kan tidak diakuin sebagai bagian dari kubu Prabowo, seperti biasa. "Tapi menurut saya, itu (kecurigaan terhadap server KPU) bukan hoax. Bahwa ada kecurigaan terhadap server KPU, kan," terangnya. "Lihat saja, kalau tidak salah ya, coba cek lagi, dalam Pilkada Jawa Barat tiba-tiba ada server down. Iya, kan? Terus bagaimana server down, sementara rekapitulasi suara kecepatannya ada di server?" imbuh Fadli. Fadli menyebut rakyat memiliki hak mempersoalkan server KPU. "Jadi hak rakyat untuk mempersoalkan server itu. Karena server itu dalam beberapa pilkada juga pernah down, pernah hilang, pernah di-hack, server pernah di-hack, dan mudah untuk di-hack oleh kekuatan-kekuatan orang yang jago-jago IT, hacker dan sebagainya," papar Fadli. "Jadi saran saya, KPU tidak perlu pakai server. Kita hitungan manual saja. Jadi buang saja itu server," jelasnya Sumber.
Saya baca judul artikel detik.com yang melansir pernyataan Fadli Zon di atas saja sudah ngakak. Antara ngeselin dan kocak. Seorang wakil rakyat, punya latar belakang pendidikan tinggi, sering ke luar negeri dan sering belagak paling pinter di Twitter. Tapi mengusulkan sesuatu yang sudah dilakukan oleh KPU sejak lama. Yang sering sekali dijelaskan KPU di banyak media. Artinya apa? Artinya, tidak mungkin seorang Fadli Zon tidak paham dan tidak tahu soal itu. Artinya, dia ini sengaja pura-pura tidak tahu, lalu mengusulkan sesuatu yang seolah-olah baru dan memberikan solusi. Dengan pernyataan yang sifatnya membodohi ini, Fadli Zon berharap para kampret yang memang gaptek dan dungu akan bersorak gembira. Percaya bahwa Fadli Zon telah menyerukan inovasi. Lalu mereka yang dungu ini dapat segera menyebarkan kedunguan bahwa kubu Prabowo lah yang mengusulkan KPU hitung manual. Sudah kebaca, udiiiiiiin!
Sistem perhitungan di KPU memang manual. Itu sudah dijelaskan berkali-kali di media. Termasuk ketika Amien Rais dan gerombolannya menggruduk KPU pada awal Maret lalu. Yang Amien Rais minta KPU di-audit IT-nya. Dan kalau hasilnya tidak clear, maka pasangan Prabowo – Sandiaga akan mundur. Hehehe… Emang berani mundur? Ancaman Amien Rais ini dijawab santai oleh KPU. Komisioner KPU Wahyu Setiawan menerangkan bahwa sesuai undang undang KPU melakukan penghitungan suara secara manual. "Hasil akhir pemilu itu tidak dilakukan berdasarkan teknologi informasi. Jadi hasilnya itu berdasarkan kertas berjenjang dari tingkat TPS, kabupaten, provinsi hingga nasional," ujar Wahyu
Di lain kesempatan, pada bulan Desember 2018 lalu, Komisioner KPU Viryan Azis juga menegaskan mekanisme penghitungan suara pada pemilu 2019 tetap menggunakan metode manual. Jika kemudian ditemukan kesalahan sistem pengamanan atau dapat diretas pada proses pemilihan, kata Viryan, hal tersebut tidak terlalu bermasalah dalam hasil hitungan akhir dari KPU. Karena perolehan suara pada pemilu dihitung dan ditetapkan secara manual. Teknologi informasi pemilu, menurut Viryan, digunakan sebagai alat bantu menyampaikan informasi kepada publik mengenai proses, perkembangan penghitungan, dan penetapan hasil pemilu. "Poin pentingnya adalah pemilu 2019 bukan pemilu elektronik. Pemilu 2019 adalah pemilu manual seperti pemilu sebelumnya," kata Viryan. "Terkait dengan hasil pemilu, di negara luar ada hasil penghitunganya berubah karena diretas. Tapi tidak demikian di Indonesia, karena tetap manual," imbuhnya
Jadi ya, pret, sistem IT di KPU itu seperti layaknya papan pengumuman. Kalau pun diretas atau down, papan pengumumannya saja yang kena. Sementara isi pengumumannya masih bisa difotokopi dan dipasang lagi. Yang kayak gini masak Fadli Zon tidak tahu? Saya nggak yakin. Justru saya yakin kalau Fadli Zon sangat tahu. Namun niatnya memang jahat, mau membodohi rakyat. Wakil rakyat macam apa?!
No comments:
Post a Comment